LASER Community "Ajang Exppresi, Informasi, Jejaring Pertemanan & Control Social . Sekretariat : JL.Raya Kampak munjungan Km.04 Trenggalek. Cp : 081 259 55 66 78

Selasa, 28 Februari 2012

Pemuda Jadul vs Pemuda Modern


Sumpah Pemuda merupakan salah satu yang tercatat dalam sejarah Bangsa Indonesia. Jika kita mendengar kata “sumpah pemuda” maka yang ada dalam pikiran kita adalah perjuangan para pemuda di masa lampau. Memang benar, Sesuai dengan namanya, Sumpah Pemuda dirumuskan oleh para pemuda. Mereka kemudian menjadikannya sebagai dasar untuk membangkitkan rasa nasionalisme. Para pemuda tidak lagi berjuang sendiri, melainkan bersama-sama. Perlu kita ketahui, Sumpah Pemuda tidak lahir begitu saja. Banyak hal yang melandasi para pemuda bertekad untuk bersatu. Mereka berpikir tidak akan bisa membuat Indonesia merdeka jika berjuang di kelompok sendiri.
Kegagalan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia membuat mereka sadar bahwa rasa nasionalisme harus dipadukan. Karena itu, diadakanlah Kongres Pemuda I dan II. Mereka menjadi satu, menjadi “Pemuda Indonesia”. Sumpah Pemuda juga merupakan salah satu tonggak sejarah yang penting bagi bangsa Indonesia. Seperti kita telah ketahui, ada tiga butir penting Sumpah Pemuda, yaitu bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu. Tiga hal ini merupakan faktor penting bagi negara kita. Di bawah ini adalah isi dari sumpah pemuda secara lengkap :
SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928
Setiap kalimat dari sumpah itu benar-benar membakar setiap hati dari segenap warga Indonesia pada saat itu. Kata-kata yang bersejarah bagi semua bangsa Indonesia pada saat itu. Lalu bagaimana dengan pemuda saat ini? Apakah hanya dengan mendengar atau menbaca kalimat tersebut dapat membakar hati dari segenap warga Indonesia khususnya pemuda Indonesia? Tidak cukup dengan itu, tetapi kita juga harus mengetahui makna dari sumpah pemuda tersebut.
Akan tetapi, terkadang kita dibuat sedih dengan kenyataan para pemuda Indonesia saat ini. Semangat mengisi kemerdekaan mereka sangat kecil, kadang malah merusak. Hanya karena sedikit salah paham, para pemuda sekarang bisa tawuran. Tawuran antarpemuda tidak mengenal lokasi dan tingkat kedewasaan. Pemuda desa yang satu rusuh dengan pemuda kampung yang lain. Ada juga tawuran antar sekolah dan antar universitas. Mereka menghancurkan semangat Sumpah Pemuda.
Masalah beberapa pemuda masa kini, bukan hanya emosi yang tak terkendali. Mereka juga bermental egois dan asyik dengan diri sendiri tanpa peduli dengan lingkungan. Mereka menjerumuskan diri ke dalam narkoba, hura-hura, dan pesta-pora.
Menurut afgian dalam blognya afgian.wordpress.com mengatakan bahwa ada satu kata untuk menggambarkan betapa kecilnya pengaruh sumpah pemuda bagi pemuda jaman sekarang yaitu Ironis. Rasa nasionalis yang terkikis. Ketidakpedulian terhadap saudara setanah air yang berbeda daerah. Menurut saya tidak semua pemuda tergambar dalam satu kata tersebut. Itu hanya mewakili dari beberapa sudut pandang. Karena kita tahu bahwa setiap pemuda mempunyai cita-cita dan tujuan yang berbeda-beda. Memang sering kita melihat pemuda jaman sekarang seperti anak “gaul” yang sering sok-sokan memakai bahasa Inggris, padahal mereka tak tahu apa itu past tense, present tense, atau aturan-aturan dasar dan kecil di dalam bahasa inggris lainnya, atau mungkin para mu’alim agama islam yang asyik ber- ane dan ber- antum ria. Padahal mereka tak mengerti apa itu maf’ul, fi’il, ataupun fa’il dengan bagus. Tetapi jika mereka tetap mempertahankan bahasa Indonesia, maka dengan mereka menggunakan bahasa asing justru akan meningkatkan kualitas diri mereka.
Tak jarang juga kita mengkotak-kotak diri kita, misalnya dengan menyebut aku jawa, aku sunda, aku batak, atau aku papua mungkin. mengapa kita tidak begitu bangga dengan menyebut aku Indonesia? Yang di masa Majapahit dan Sriwijaya pernah berjaya. Atau pernah menjadi penguasa kancah bulutangkis dunia. Pencetus konferensi tingkat tinggi asia afrika. Pemenang pertempuran melawan sekutu di Surabaya pada tanggal 10 november. Dan seabrek sejarah hebat lainnya. “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya” masih ingat dengan perkataan bung Karno itu?
Namun, kenyataanya malah lain. Kita seakan merasa Indonesia adalah aib bagi kita. Merasa setiap keburukan di negeri ini adalah karena kita “indonesia”. setiap kali ada kebodohan masyarakat yang mendarah daging di dalam diri kita, kita selalu mengatakan, “Yaahh, begitulah, namanya juga orang Indonesia, gag pernah bener…” hentikan itu, jangan menyalahkan orang Indonesia. Karena ingat, setiap kata dari kita adalah do’a.
Tapi, kenyataan memang tidak bisa diubah begitu saja. Pemuda jaman sekarang bukanlah pemuda yang tertindas seperti jaman tahun 1928. Pemuda jaman sekarang bagaikan mayat hidup yang berjalan tanpa arah dan tujuan. Seperti petikan lirik dari lagu endank soekamti yang berjudul In de hoy ini, “pemuda-pemudi di jaman sekarang, pergaulan semakin bebas tidak terkendali, tak perduli siang, tak perduli malam, tak pernah peduli apa kata semua orang!”. Yus, kita kehilangan diri kita kawan!
Jika kita lihat sedikit dari beberapa sisi remaja,tak sedikit juga yang mempunyai tujuan dan cita-cita positif, mereka berprestasi di bidang akademik maupun non akademik. Kita lihat saja di SMP dan SMA sebagian siswa aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), bahkan di perguruan tinggipun tidak sedikit yang mengikuti kegiatan kampus non akademik, entah itu apa namanya, baik UKM, HIMA ataupun BEM. Mereka bekerja sama untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat kependidikan, keagamaan maupun social, hanya orang – orang yang mampu bekerja sama dan mempunyai semangat juanglah yang akan bertahan dalam organisasi tersebut, karena suatu kerjasama dan perjuangan dengan penuh semangat akan mengantarkan kita mencapai titk puncak yang diinginkan. Itulah salah satu bukti dari perjuangan mereka di masa sekarang.
Mereka mampu mengoptimalkan fasilitas yang jauh lebih memadai dibandingkan dengan masa lampau. Merekalah yang saat ini harus kita optimalkan sebagai pengemudi generasi muda. sehingga mampu menggerakkan pemuda yang lainnya. Jadi, kenyataan pemuda saat ini adalah ada yang melupakan semangat Sumpah Pemuda. Ada pula yang tetap memegang teguh. Yang tetap setia kita dukung dan mencontohnya. Sementara yang lupa, kita ingatkan agar kembali ke semangat para pemuda dulu.
Ingat kata-kata ini: Punkrock is about being eighteen!! (kutulis dalam bahasa Inggris karena kata-kata ini kudapatkan dari jaket import buatan luar negeri. Hanya untuk menjaga keaslian kug!) Ya, jadi setua apapun kamu, bagi setiap anak punkrock, tetaplah berpikir layaknya anak muda umur 18 tahun! Anak umur 18 tahun yang penuh semangat, cita-cita, dan harapan!!
Bangkitlah pemuda Indonesia!!

Sumber : http://darahpemudapemudi.blogspot.com/2011/10/pemuda-jadul-vs-pemuda-modern.html

Pemuda dan Agenda Reformasi Bangsa


Oleh: Gatot Yan. S*
Istilah pemuda atau generasi muda umumnya dipakai sebagai konsep untuk memberi generalisasi golongan masyarakat yang berada pada usia paling dinamis, yang membedakan dari kelompok umur anak-anak dan golongan tua. Menurut budayawan Taufik Abdullah, pemuda bukan cuma fenomena demografis, akan tetapi juga sebuah gejala historis, ideologis, dan juga kultural. (Pemuda dan Perubahan Sosial, LP3ES, 1987).

Dalam setiap episode transisi politik, peran pemuda-terutama para pemuda “elite” selalu terlibat di dalamnya. Mereka adalah generasi terpelajar - mahasiswa, profesional, akademisi, dan para aktivis pada umumnya - yang berasal dari kalangan menengah, tinggal di kota besar, memiliki kepekaan sosial dan empati politik yang tinggi.

Dalam konteks sejarah Indonesia, secara periodikal peran mereka dapat dibagi dalam angkatan 08, 28, 45, 66, 74, 80-an, hingga 90-an. Secara ideologis, mereka adalah golongan yang kritis adaptif serta sanggup melahirkan ide-ide baru yang dibutuhkan masyarakatnya. Sementara secara kultural, mereka adalah produk sistem nilai yang mengalami proses pembentukan kesadaran dan pematangan identitas dirinya sebagai aktor penting perubahan.

Sebagai golongan elite masyarakat, dalam banyak kasus, peran kaum muda amat menentukan arah kehidupan bangsanya. Seperti diulas Pareto, Mosca, atau Michel (1982), mereka adalah kaum elite yang memiliki mobilitas tinggi dan peran sentral dalam menentukan opini dan keputusan mayoritas. Pada gilirannya, kaum elite itulah yang mengontrol berbagai akses atas sumber daya ekonomi dan politik negara.

Jika pemuda angkatan 08 berhasil memupuk bibit nasionalisme, pemuda angkatan 28 sukses menggalang ideologi persatuan nasional. Sedangkan pemuda angkatan 45 sanggup mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Untuk angkatan 66, 74, 80, hingga 98-an bisa dikatakan hanya mampu memerankan dirinya sebatas kekuatan korektif.

Pasca kekuasaan Orde Lama, politik nasional praktis berada di bawah kendali elite militer, khususnya angkatan darat. Pemuda 66 yang masuk dalam arena kekuasaan perannya tak lebih sebatas “penyuplai ide”, sementara mereka yang memilih berada di luar lingkar kekuasaan berfungsi tak lebih sebagai “pengritik” negara.

Pasca tumbangnya Orde Baru, selain melengserkan Soeharto dan membuka katup demokrasi, nyaris tak ada pembaruan mendasar yang bisa dilakukan pemuda dan gerakan mahasiswa. Mengutip hasil penelitian Lembaga Survei Indonesia (2007), salah satu kendala utama dalam menuntaskan agenda reformasi adalah sulitnya mencari sosok muda tampil mengimbangi peran elite mapan produkkepemimpinan politik Orde Baru.

Terhambatnya regenerasi kepemimpinan politik pemuda yang bisa berdiri sejajar dengan sosok mapan seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Megawati Soekarnoputri atau Jusuf Kalla diperkirakan masih akan terus berlangsung hingga pemilu 2009. Elite Indonesia pascareformasi, sepertinya tengah mengalami pergeseran entitas, dari elite berbasis militer-politisi-birokrat ke elite berlatar aktivis-intelektual-entrepreneur.

Faktanya, jumlah mahasiswa dan geliat gerakan mahasiswa mengalami booming pada dekade 70-an, yang perannya tumbuh dan mengait kuat dengan dunia politik. Hal itu berpengaruh signifikan pada tampilnya kembali sosok politik pemuda. Pascakampus, para mantan aktivis mahasiswa aktif dalam organisasi kepemudaan, partai politik, LSM, perguruan tinggi, pers, dan dunia bisnis.

Kejatuhan rezim Soeharto menjadi momentum bagi para mantan aktivis mahasiswa untuk memasuki dunia politik praktis. Banyak di antara mereka, terutama mantan aktivis berlatar profesional-entrepreneur untuk duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif, di level nasional maupun daerah. Namun, tak sedikit dari mereka yang memasuki arena kekuasaan harus mengalami disorientasi visi dan terjebak dalam arus pragmatisme politik.

Penyebabnya adalah, tren politik nasional diwarnai secara kental oleh kegiatan ekonomi pasar. Pasar telah menjadi arena political game baru, yang mempenetrasi wilayah politik dan perilaku para aktornya. Tren politik berbasis pasar (industri politik) juga tumbuh seiring dengan sikap elite politikyang kian arogan, parokial, dan partitokrat (perilaku partai yang suka “merampas” kedaulatan rakyat).

Dalam buku The Rise of Capital (1986), Richard Robinson menjelaskan bagaimana pengusaha mengendalikan negara melalui arena politik. Realitas politik itu sesungguhnya adalah wajah lain dari watak kekuasaan Orde Baru yang nepotik, kolutif, dan koruptif.

Ketika sikap pragmatisme para politico-business itu bersinerji dengan iklim politik pasar, maka bisa dipastikan dunia politik akan menjadi lawan dari demokrasi. Persoalannya kemudian, bagaimana menjamin proses transisi politik dari generasi tua ke generasi muda tidak kembali terjebak pada model regenerasi elitis, pragmatis, subjektif, dan fragmentatif?

Pertama, kaum muda harus berani merombak watak budaya politik “banalisme” yang menjadikan kekuasaan dan uang sebagai tujuan. Kedua, memperkuat komitmen penegakan hukum dan memfungsikan partai politik dan badan legislatif sebagai arena perjuangan kepentingan rakyat. Ketiga, mendorong birokrasi yang bersih, profesional, dan berorientasi pada pelayanan (good corporate governance). Keempat, mengefektifkan struktur kekuasaan yang mampu menjamin bekerjanya fungsi check and balance di antaralembaga-lembaga negara. Kelima, menumbuhkan etika dan etos berbisnis yang sehat, agar para entrepreneur yang menjadi pejabat publik tidak menjadikan kekuasaan sebagai alat baru bagi proses “akumulasi kapital”.

Ke depan, kiprah pemuda berlatar aktivis-intelektual-entrepreneur akan makin banyak masuk dalam kekuasaan. Kekhawatiran atas kiprah mereka amat wajar, mengingat iklim perselingkuhan “uang dan kekuasaan” yang dilakoni jenis elite “penguasa-pengusaha” itu kini tengah mendominasi wacana dan praktik politik mutakhir di Indonesia.

Pemuda sejatinya bisa menjawab tantangan dan kebutuhan zamannya, yaitu menuntaskan agenda reformasi yang terus tertunda. Seperti kata Max Weber, pemuda tak boleh menjadi ekor sejarah, yang gagal menunaikan peran historisnya.

* - Direktur Eksekutif LANSKAP (Lembaga Kajian dan Advokasi Kebijakan Publik).
- Sekjen TAGANA Provinsi Banten.

sumber : http://andika-artikel.blogspot.com/2008/10/pemuda-dan-agenda-reformasi-bangsa.html